Dana Desa. Suaraekonomi.com |
Ironisnya dalam rentang waktu 5 (lima) tahun berjalan ini, sangat sedikit para pembina desa bahkan hampir tidak ada yang melakukan pembinaan atau bimbingan teknis secara inten dan serius terkait hal tersebut.
Mencermati kondisi sebagaimana paparan singkat di atas bila disarikan dapat disebabkan oleh:
1. adannya Perangkat Desa baru yang latar tidak akademisinya maka tidak linear dengan jabatan dalam Pemerintah Desa.
2. Di daerah masih terjadi beragam modus pembanguna, pendidikan, dan pekerjaan praktik rekrutment perangkat desa namun tidak menyelesaikan keterpuasan masyarakat setempat.
3. tidak lahir kepala Desa yang latar akademisi, pengalaman, keterampilan, dan motivasinya tidak kompatibel dengan kedudukan dan jabatan yang diembannya.
4. BPD yang lemah dan dilemahkan, serta kurang bahkan tidak menyadari sebagai pengembang amanah demokrasi masyarakat yang salah satu penyebabnya adalah antara tugas yang dliimbah dengan penghargaan yang diterima tidak berbanding lurus.
5. Banyaknya yang berangkap tupoksinya jabatannya membidangi sebagai pendamping desa tetapi teknis tidak memiliki kopetensi yang memadahi.
6. Ketidakpedulian para pembina terhadap regulasi di desa dan kebijakkan desa pun tidak pedui untuk pendidikan yang berlajut .
7. Masih banyak oknum yang memanfaatkan ketika pada musim pencairan danah desa. kondisi ini membuka praktik jahit menjahit oleh oknum-oknum tertentu.
8. Malasnya belajar tentang regulasi di desa bagi para pemangku dan para atur desa.
9. Sikap apatis dan ketidak tahuan kerja dan membuat laporan palsu/memanipulasi data masyakat karena sulitnya mengakses dokumen publik desa.
Sementara yang kita pahami bahwa negara Indonesia ini negara hukum dan hukum yang di ikuti adalah hukum positif, artinya tata kelola pemerintahan desa dan atau desa adat itu juga harus berdasarkan hukum atau aturan tertulis. Namun realitanya jauh dari panggang bukan?
Maka Selanjutnya apa akibat yang terjadi?, antara lain dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Mayoritas desa dijalankan tanpa peraturan (perdes) yang menjadi kewenangannya, bukan kewenangan sehingga desa tidak mampu mangambil kedaulatannya sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 terkait dengan kewenangan rekognisi dan subsidairitas.
2. pelaksanaan desa laksana desa dizaman paska prasejarah, dimana mengatur desa, bukannya kepala wilayah , ataukah kepala daerah atau pusat , rilis lebih banyak berdasarkan konsesus lisan dan kebiasaan perdes semata memanfaatkan individual menjadi hak gaji.
3. Banyak desa yang hanya punya perdes RKPDes dan APBDes serta LPPDes dan LPR APBDes saja. Itupun BPD tidak mengetahuinya, anehnya para pembinapun juga menerima LPJ dari desa desa dengan kebijakan tersebut tanpa dicek kebenaran prosesnya.
Solusi Atas Kondisi Dan Problematika Dim Atas Antara Lain:
1. Para pembina harus bersikap keras yang memiliki kapasitas yang mampu dan mau melakukan pembinaan teknis penyusunan dan pembuatan Peraturan di desa secara inten dan serius.
2. Para pemangku dan aparatur desa harus mau belajar dan mengikuti dinamika regulasi yang mengatur tentang desa.
3. masyakarat desa juga harus kuat daya kontrolnya terhadap Pemerintahan Desa, membantu mengatasi krisis regulasi di desanya.
4. Kerjasama dengan akademisi dan praktisi hukum dalam penyusunan dan pembuatan peraturan di desa.
Sebagai akhir paparan ini, mari kita baca Berikut ini regulasi apa saja yang perlu dan seharusnya dimiliki desa atau desa adat baik Peraturan Desa,penggunaan desa, pembuatan LPJ Desa ,
- kelemahan masyarakat dari desa
- kelemahan finalsial pendidikan dari desa
- keperadaan masyarakat dari desa
- Peraturan Kepala Desa
- Keputusan Kepala Desa
Pemerintah musti perhatian serius , jangan hanya memberikan dan menonton.
Supaya adakeadilan desa peduli pembangunan kampung , ekonomi masyarakat lemah dan pendidikan ,
agar ketertanggungjawaban terhadap pemerintah pusat dan kepala daerah yang diakui….
UU Desa.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1