Rabu, 28 September 2022

INDEKS KESENJANGAN LITERASI KAPASITAS KEMAMPUAN 4M.

 



INDEKS KESENJANGAN LITERASI KAPASITAS KEMAMPUAN   4M.

"Pelajar di daerah pinggiran pelosok Papua, baru bisa membaca setelah berada di kelas perguruan tinggi  sekolah dasar (SD). 

Kondisi ini berbeda dengan siswa siswi yang berada di Kota " begitu petikan post media sosial yang saya baca pada  setiap media sosial online , yang dipostkan setiap pengguna media  pada sebuah status media online atau  grup group. Rupanya memancing banyak orang berkomentar dengan maksud yg berpedah mensindir sesama manusia lebih pada lawak  pelawak.

Ketidakmampuan membaca dianggap menjadi salah satu masalah awal, yang berdampak pada rendahnya daya saing dan memicu kecemburuan sosial. 

Ketidakmampuan membaca itu membuat   membayangkan banyak hal lainnya, dan ini bermula oleh tidak lancar membaca, serta tak tumbuhnya budaya membaca.

Membaca (dan menulis) segera mengingatkan  pada literasi. Literasi, secara sempit dapat dimaknai sebagai kemampuan membaca dan menulis, Unesco sendiri merumuskan definisinya menjadi seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.

Membayangkan layanan perpustakaan daerah di setiap kota studi yang tentu  buka , kecuali di hari libur. Apalagi pustaka online dua puluh empat jam, padahal inilah saatnya anak anak bisa melepaskan diri dari kepenatan di saat hari kerja dan kuliah, dan perpustakaan dapat menjadi ruang rekreasi yang menghubungkan banyak orang dari beragam latar belakang dan minat serta menjadi bagian penting membentuk budaya membaca.

 bayangan itu menggelayuti pemikiran saya terus, membuat saya termenung sendirian sembari mengikuti polemik krusial media.

 Dalam perkembangannya, mengalami perluasan makna untuk menjawab tantangan yang dihadapi. Dalam sebuah seminar daring bertajuk : Gerakan Literasi Nasional : @uo Vadis ? saya mengutip pendapat Prof. E. Aminudin Aziz tentang literasi , di mana literasi ia definisikan sebagai kemampuan untuk memahami teks dan nonteks dan menerapkannya dalam komunikasi yang efektif dan kritis. 

Dalam arti sempit sebagai kegiatan membaca saja di Papua kita akan menemukan persoalan seperti dalam berita, apalagi jika mengamini pengertian literasi yang luas, jangan - jangan problemantikanya semakin pelik. 

Pada tahun 2019, Jesica Logan, Ph.D et al, dalam Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics, mempublikasikan penelitian dengan judul : When Children Not Read At Home - The Million Word Gap , atau Ketika Anak di Rumah Tak Membaca - Kesenjangan Jutaan Kata. 

Penelitian tersebut mengkonfirmasi betapa pentingnya anak memiliki kebiasaan membaca buku di rumah, dan keluarga memainkan peranan amat penting untuk mendukung keberhasilan anak itu sendiri. 

Penelitian Logan ini ingin melihat apa dampak dari kesenjangan “penguasaan kosa kata" dari anak yang tak memiliki akses terhadap buku bacaan, dan mereka yang memiliki akses, dalam lima tahun pertama usia anak. Hasilnya adalah anak yang terbiasa dibacakan buku bacaan bergambar oleh orang tuanya setiap hari (dan nantinya kemudian membaca buku), dalam setahun kurang lebih anak akan terpapar pada 18.000 kosa kata. 

Secara kumulatif, jika ditotal dalam usia lima tahun pertama, maka kurang lebih anak akan mendengarkan 1.4 juta lebih kosa kata dibandingkan mereka yang tak dibacakan buku (dan kemudian membaca buku). 

Kebiasaan mendengar begitu banyaknya kosa kata melalui perantaraan cerita (dalam buku) menjadi fondasi penting bagi anak, dalam menghadapi dunia persekolahan. 

Tidak hanya itu, fenomena anak - anak yang lamban dalam membaca dan memahami bacaan di kelas awal, rentan mengalami kegagalan dalam kelas - kelas selanjutnya, Lukman Solihin dalam laporannya berjudul "Darurat Literasi di Ruang Kelas" menyatakan bahwa rendahnya kecakapan membaca di kelas awal ibarat kondisi tengkes (stunting) dalam dunia kesehatan. Pada anak dengan kondisi tengkes, periode emas perkembangan otaknya terhambat karena kurangnya asupan nutrisi.

Akibatnya, kapasitas intelektual anak tidak berkembang optimal. Begitu pula dengan lemahnya literasi membaca dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan anak dalam mengarungi dunia pendidikan. Atau dengan kata lain, siswa yang kesulitan membaca akan menemui banyak permasalahan dalam belajar. 

Matthew (Stanovich, 1996) , menjelaskan bahwa dampak bagi siswa yang tidak bisa membaca dengan baik di kelas awal akan kehilangan motivasi, hanya mampu menyerap sedikit informasi, serta tidak mampu memahami informasi yang kompleks. Dan kelambanan dalam hal membaca ini akan membuat anak - anak rentan mengalami kegagalan pada kelas-kelas selanjutnya. [End.YS]


Yaliwimpuk

Naminhola 30-juni-2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1

Data Resume Pribadi Tetewar Yosua Sama

INDEKS KESENJANGAN LITERASI KAPASITAS KEMAMPUAN 4M.

  JPG.Ilustrasi.Yaliwimpuk.com INDEKS KESENJANGAN LITERASI KAPASITAS KEMAMPUAN   4M. "Pelajar di daerah pinggiran pelosok Papua, baru b...